Menentukan Arah Kiblat Saat Matahari di Atas Antipode Ka’bah

Featured Video Play Icon

Umat Islam melakukan shalat menghadap Kiblat yang dapat diketahui dari arah ke Matahari saat peristiwa istiwa a’zam, atau Matahari berada tepat di atas Ka’bah pada tanggal 27-28 Mei, pukul 16:18 WIB, dan 15-16 Juli, pukul 16:27 WIB. Namun jika di sebuah lokasi sedang mengalami malam hari saat istiwa a’zam berlangsung, maka lokasi tersebut tidak dapat menggunakan metode tersebut.

Untuk menentukan arah Kiblat melalui observasi, lokasi tersebut perlu menggunakan metode kebalikannya, yaitu dengan mengamati arah ke Matahari saat berada di atas antipode Ka’bah, pada tanggal 12-13 Januari 06:18 WIT dan 28 November 06:29 WIT. Jika saat itu Matahari terlihat, maka arah Kiblat adalah arah berlawanan dari arah ke Matahari.

Di Indonesia, metode ini perlu dilakukan pada lokasi di Indonesia Timur, yaitu di Papua dan sebagian Maluku.

Antipode dari Ka’bah adalah lokasi tepat di ‘bawah’ Ka’bah. Lokasinya berada di tengah Lautan Pasifik, sekitar 50 km dari Pulau Tematagi, Polinesia Prancis. Jika seseorang berada di lokasi tersebut, maka semua arah adalah arah Kiblat yang valid. Akibat posisi antipode Ka’bah berada di tengah-tengah Polinesia Prancis, maka di negara ini, arah kiblat bisa sangat bervariasi. Dua lokasi di negara ini bisa memiliki arah Kiblat yang berlawanan 180°.

Jika metode pengamatan istiwa a’zam memberikan kita bukti bahwa Bumi berbentuk bulat, metode antipode ini kebalikannya: membutuhkan pengetahuan yang benar mengenai bentuk Bumi yang sesungguhnya, yaitu bulat.

Kaum Bumi datar tak memiliki jalan apapun untuk menentukan arah Kiblat melalui observasi jika lokasi mereka sedang malam hari saat peristiwa istiwa a’zam. Sedangkan perhitungan matematis arah Kiblat melalui model Bumi datar akan memberikan hasil yang bisa melenceng sampai 180° dibandingkan hasil observasi arah kiblat yang benar melalui metode antipode.

Referensi