Istiwa A’zam / Rashdul Kiblat: Menentukan Arah Kiblat dan Sekaligus Membuktikan Bumi Bulat

Istiwa a’zam atau Rashdul Kiblat adalah peristiwa Matahari berada tepat di atas Mekah, Saudi Arabia. Saat itu terjadi, maka arah ke Matahari akan sama dengan arah Kiblat, jika di lokasi tersebut Matahari dapat dilihat. Peristiwa Istiwa a’zam atau Rashdul Kiblat dimanfaatkan oleh umat Islam untuk menentukan arah Kiblat berdasarkan observasi.

Peristiwa Istiwa a’zam atau Rashdul Kiblat juga dapat kita manfaatkan untuk membuktikan manakah bentuk Bumi yang benar, bulat atau datar.

Peristiwa Istiwa a’zam atau Rashdul Kiblat terjadi dua kali dalam setiap tahun:

  • 27-28 Mei, pukul 9:18 GMT; atau pukul 16:18 WIB.
  • 15-16 Juli, pukul 9:27 GMT; atau pukul 16:27 WIB.

Untuk mengukur arah Kiblat, kita hanya perlu menggunakan ponsel kita. Gunakan app seperti Dioptra di Android atau Theodolite di iPhone. Bidik posisi Matahari menggunakan app tersebut dan app akan menampilkan arahnya yang ditampilkan dengan keterangan ‘azimuth’ atau ‘bearing’.

Angka yang didapatkan adalah angka arah Kiblat yang valid dan seharusnya mendekati nilai resmi yang dikeluarkan Kementerian Agama atau lembaga agama lainnya.

Untuk membuktikan bentuk Bumi, gunakanlah “peta Bumi datar” dan globe. Pada peta Bumi datar tariklah garis dari lokasi kita ke kota Mekah. Sedangkan untuk model Bumi bulat, tarik benang sepanjang permukaan globe antara Mekah dan lokasi kita. Kemudian hitung sudut keduanya dengan busur derajat.

Untuk lokasi di Indonesia, tak sulit untuk menyimpulkan bahwa arah Kiblat berdasarkan hasil perhitungan Bumi datar selalu melenceng sekitar 30°. Sedangkan kiblat hasil model Bumi bulat selalu konsisten sama dengan hasil observasi. Hal ini sudah cukup untuk membuktikan Bumi itu bulat, dan tidak datar seperti yang diklaim oleh kaum Bumi datar.

Referensi